Ide awalnya, mereka ingin
mengajak seluruh warga kampus untuk mempraktekkan seks aman demi mencegah
penyebaran virus berbahaya, antara lain HIV/AIDS. Namun, acara bertajuk Safer
Sex Ball ini kemudian dicap sebagai pesta
seks bebas setelah sebuah video beredar berisi tentang hubungan intim dua
mahasiswa di kafetaria kampus saat acara itu berlangsung.
Seperti diberitakan
Tempo.co, Minggu (26/01/2013). Dalam klip empat menit, secara eksplisit
menunjukkan seorang wanita terlihat berdiri dengan teman prianya di samping meja
biliar di universitas. Dia mengenakan rok yang sangat pendek, sedangkan sang
pria mengenakan celana pendek, jubah, dan ikat kepala.
Mereka menghentikan
perbuatannya ketika menyadari beberapa orang melihatnya. Kejadian yang terekam
kamera CCTV dan diabadikan dengan ponsel ini kemudian diunggah ke dunia maya.
Asal tahu saja, Exeter University adalah salah satu universitas terkemuka di
negara itu.
Kini acara yang digelar oleh
Exeter University di Inggris ini menuai kecaman. Terlebih, ketika para
mahasiswi yang datang ke acara ini sebagian besar datang dengan kostum
“menantang”.
Sekitar 2.200 mahasiswa
menghadiri pesta yang menampilkan penari burlesque dan menghasilkan 140 ribu
poundsterling untuk berbagai kegiatan amal.
Panitia mengenakan pakaian
minim dan membagikan kontrasepsi gratis di acara itu. Acara ini diselenggarakan
oleh University Guild, serikat mahasiswa Exeter.
Tiket pesta seharga 60
poundsterling. Tiket VIP dijual seharga 80 poundsterling, dimana pemegangnya
berhak atas satu dari delapan meja dengan booth pribadi, yang dilengkapi dengan
makanan kecil dan koktail serta minuman lainnya.
Acara tahunan ini dikritik
karena tema acaranya yang dianggap cabul. Dalam satu booth, yang bertema Sex
Around the World, ditampilkan ruang yang menggambarkan karnaval Rio, Wild West,
rumah geisha Jepang.
“Saya pikir pesan seks yang
aman tidak terkomunikasikan dengan baik dalam acara ini karena pengunjung
sangat mabuk untuk mendengar pemberitahuan apa pun,” kata seorang peserta.
Puluhan akademisi dan staf
universitas menandatangani petisi memprotes tema dan meminta panitia untuk
meminta maaf kepada publik. Chris McGovern, pimpinan Campaign for Real
Education, menyesalkan pihak universitas yang mengizinkan acara ini
berlangsung. “Saya pikir banyak orang tua yang anaknya kuliah di universitas
ini akan terkejut,”