Bagaimana rasanya menikmati
kuliner unik berupa memakan hidup-hidup hewan mirip cacing yang bergigi? Aneh,
menjijikkan, atau enak? Di Papua, pertanyaan itu terjawab!
Bentuknya panjang berwarna
putih, bergigi dua menyerupai taring. Bersarang dalam pohon lapuk di lantai
hutan bakau. Batang pohon dibelah, Tambelo, nama cacing itu, yang menggeliat
dicabut dari sarangnya. Lalu hap! Langsung dimasukkan ke mulut. Enak!
Suku Kamoro yang tinggal di
Desa Kaugapu, Timika rupanya memiliki banyak harta karun kuliner unik yang
lezat. Sebut saja Tobho, ulat sagu yang dibakar bersama sagu, Karaka si
kepiting raksasa dari muara atau pun ikan sembilan yang kaya rasa. Tapi ada
satu kuliner yang menarik perhatian saya saat mengunjungi Suku Kamoro. Adalah
Tambelo, sebuah hewan bergigi berbentuk cacing.
Seorang pria Kamoro
menunjukkan saya dua buah batang kayu lapuk yang berbalut lumpur tebal.
"Sapu teman ambil di hutan Mangi-mangi sanaĆ¢€ ia menjelaskan sembari
mengangkat kapak, bersiap membelah kayu lapuk di hadapan kami.
Beberapa hentakan kapak dan
kayu pun terbelah, dari dalam belahan kayu tampak hewan berwarna putih
menggeliat dari lubang-lubang kayu yang berwarna merah. "Itu tambelo,
cabut sudah terus dimakan!" lelaki itu memberi instruksi.
Saya mengernyitkan dahi
memandang kumpulan hewan menyerupai cacing di hadapan saya. Warnanya yang putih
transparan memperlihatkan isi perutnya yang berwarna hitam dan kekuningan. Saya
mendekatkan diri mencoba melihat lebih jelas hewan aneh di hadapan saya.
Tambelo yang sejatinya
adalah keluarga kerang-kerangan sungguh menyerupai cacing raksasa! Dengan
bagian kepala memiliki gigi serupa taring dan bagian ekor membundar seperti
bola.
Tambelo hidup di dalam
kayu-kayu lapuk di lantai hutan bakau Mangi-Mangi. Masyarakat Suku Kamoro
senang menyantap hewan yang konon memiliki gizi tinggi dan dipercaya mampu
menyembuhkan Malaria ini.
Saya mencabut seekor Tambelo
dari sarangnya, kepalanya yang melekat erat membuat saya harus sedikit
mengerahkan tenaga. Tambelo yang terlepas menggeliat liar di tangan saya, saya
memandangnya sekali lagi. Mencoba meyakinkan diri untuk menyantap hewan ini
hidup-hidup.
Cara menyantap Tambelo pun
ada dua cara, bagi yang ingin lebih 'bersih' dapat membelah perut Tambelo,
mengeluarkan isinya dan mencucinya. Tapi bisa juga langsung disantap secara
utuh sebelum terlebih dahulu memotong bagian ekor dan kepala. Kali ini saya
mencoba dua-duanya!
Tambelo yang masih
menggeliat saya masukkan ke mulut. Ada sensasi rasa asin dan manis khas kerang
yang saya kecap seketika. Teksturnya yang lembut membuat Tambelo tidak sulit
untuk dikunyah. Tidak butuh waktu lama untuk saya menyimpulkan bahwa Tambelo
ini enaknya tidak terkira!
Percaya tidak percaya,
Tambelo yang masih utuh dan dimakan langsung dengan isi perutnya lebih lezat
dibandingkan Tambelo yang telah dibersihkan. Rasanya menjadi lebih kaya dan
teksturnya menjadi lebih lembut saat berbalur dengan isi perut yang sedikit sepat.
Tambelo yang konon hanya
dapat ditemui di Hutan Mangi-Mangi ini menjadi makanan khas yang tidak boleh
dilewatkan saat berkunjung ke Suku Kamoro. Karena sekali mencoba, pasti akan
ketagihan. Saya sudah membuktikannya!